AHLAN WA SAHLAN - SEMOGA BLOG INI DAPAT MEMBANTU ANDA - SILAHKAN MENULIS PESAN KRITIK DAN SARAN ^_^

Friday, September 18, 2015

PENGARUH HEMODIALISIS PADA FARMAKOKINETIKA GENTAMISIN

nemu file lama, kami share siapa tahu bisa bermanfaat.
---------------------------------------------

Ginjal merupakan salah satu organ yang sering ikut terlibat akibat berbagai penyakit sistemik. Keterlibatan pada ginjal akan memberikan gambaran yang berbeda untuk masing-masing penyakit, dan bahkan kadang-kadang merupakan nilai prognostik terhadap penyakit yang bersangkutan.

Gagal ginjal di bagi menjadi tiga yaitu :
1.      Gagal ginjal akut
Perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dan biasanya berlangsung beberapa tahun.
2.      Gagal ginjal kronik
Berkembang dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
3.      Gagal ginjal terminal
Penyakit ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif, menetap, dan tidak pernah pulih kembali oleh karena berbagai sebab.

Dialisis merupakan suatu proses buatan dimana akumulasi obat atau metabolit-metabolit sisa dipindahkan melalui difusi dari tubuh ke dalam cairan dialisis. Ada 2 tipe dialisis yang umum digunakan yaitu dialisis peritoneal dan hemodialisis.
Dalam prakteknya hemodialisis paling sering digunakan pada penderita dengan kegagalan ginjal terminal.

Pada gagal ginjal, obat yang dieliminasi secara lengkap atau parsial oleh ginjal (lebih dari 33%), dieksresi dalam bentuk metabolit aktif atau toksik dan perlu anjuran dosis.

Gentamisin, antibiotik golongan aminoglikosida, diekskresikan dalam bentuk tidak berubah melalui ginjal terutama dengan filtrasi glomerulus. Gagal ginjal akan menurunkan GFR (Glomerulo Filtration Rate) sehingga menghambat ekskresi aminoglikosida, menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat mencapai kadar toksik. Hal ini dapat pula dikatakan bahwa, gagal ginjal akan meningkatkan bioavailabilitas gentamisin.

Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis. Salah satu antibiotik yang digunakan pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah gentamisin. Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang absorbsi per oralnya buruk, sehingga diberikan secara I.M atau I.V. Pada pasien dewasa normal, 50 – 93 %  gentamisin diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah melalui filtrasi glomerulus dalam 24 jam.

Pedoman pendosisan gentamisin pada pasien gagal ginjal yang menerima hemodialisis adalah satu setengah kali “dosis normal” (1 mg/kg BB). Regimen gentamisin pada pasien normal dalam 24 jam AUC = 70-120 mcg/jam/ml tergantung pada tempat dan tingkat keparahan infeksi. Sedangkan pada pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, dosis pradialisis lebih tidak toksik dibandingkan dosis postdialisis. Pada umumnya dosis yang diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal lebih rendah dibanding pasien dengan fungsi ginjal normal, namun pada pasien yang menerima hemodialisa dosisnya lebih tinggi dibanding dengan pasien dengan fungsi ginjal normal. Dosis yang lebih tinggi ini diberikan untuk mencapai konsentrasi puncak yang sama dengan pasien normal karena pembersihan dengan hemodialisa berjalan lebih cepat dibandingkan dengan pembersihan oleh ginjal normal. Apabila dosis yang diberikan untuk pasien yang menerima hemodialisa sama dengan pasien normal, maka jumlah obat yang mencapai sistemik lebih rendah (kerena segera tereliminasi) dibandingkan dengan pasien normal.


Pada penelitian yang telah dilakukan, pasien hemodialisis menerima dosis gentamisin sebesar 2 mg/kg BB 1 jam sebelum dilakukan hemodialisis dengan interval pemberian yang diperpanjang. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan efek terapi gentamisin dan meminimalkan resiko toksisitas berupa resistensi.  

PENGARUH BENTUK FISIK DAN DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL TERHADAP DISOLUSI DISPERSI PADAT NIMODIPINE-PEG DENGAN METODE PELEBURAN DAN EVAPORASI PELARUT

File lama di laptop, mungkin tugas seorang teman. Kami share barangkali ada manfaatnya..

Nimodipine, isopropil (2-methoxyethyl)-1,4-dihidro-2, 6 dimetil-4-(3-nitrofenil)-3-5-pyridene-dicarboxylate merupakan obat sejenis 1,4-dihydropyrene yang dikembangkan oleh Bayer AG digunakan untuk mencegah dan mengobati iskemik neurologis yang disebabkan oleh spasme serebral yang disertai subarachnoid hemorrhage. Nimodipine termasuk obat biofarmasetika kelas 2 yaitu memiliki kelarutan rendah tetapi permeabilitas terhadap membran baik. Nimodipine merupakan 2 antipoda yang menunjukkan 2 bentuk polimorfisme. Modifikasi I menunjukkan senyawa warna kuning sedangkan modifikasi II menunjukkan kristal putih. Nimodipine praktis tidak larut dalam air meskipun modifikasi I mempunyai kelarutan dalam air sampai 25 pada 37oC dua kali dari modifikasi II. Meskipun permeabilitas obatnya tinggi, absorbsi dan disolusinya dalam cairan gastrointestinal, nimodipine menunjukkan bioavailabilitas yang rendah setelah pemberian oral. 

Proses bioavailabilitas suatu obat dipengaruhi oleh proses kelarutan. Nimodipine memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Untuk meningkatkan kelarutan dari nimodipine dilakukan dispersi padat dengan PEG 4000 sebagai pembawa. Metode dispersi padat yang digunakan adalah peleburan dan metode penguapan pelarut kemudian stabilitas jangka panjang dari formulasi nimodipine diuji  melalui karakteristik fisikokimianya. Pada dasarnya metode dispersi padat yang dilakukan mengubah bentuk polimorf menjadi amorf dengan cara meleburkan atau melarutkannya bersama pembawa hidrofil yaitu PEG 4000. Kelarutan akan mempengaruhi bioavailabilitas  suatu obat. Semakin cepat obat itu larut maka semakin cepat diabsorbsi sehingga bioavailabilitas obat semakin besar. Secara in vitro, proses bioavailabilitas dapat dilihat dari profil disolusi.

 Metode peleburan
Perbandingan formula nimodipine : PEG (10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50) sebagai kontrol dibuat perbandingan 100:0. Campuran nimodipine dan PEG dilebur dalam tabung reaksi di atas tangas minyak pada suhu 130oC di bawah atmosfer argon  lalu didinginkan di atas waterbath. Dispersi padat yang terbentuk dimasukkan ke dalam desikator suhu 25oC.

 Metode evaporasi (penguapan pelarut)
Nimodipine dan PEG dilarutkan dalam etanol kemudian di ultrasonik selama 10 menit. Pelarut diuapkan di udara terbuka selama 2 hari. Hasil dispersi padat yang terbentuk dimasukkan dalam desikator. 

Efek jangka panjang dari sediaan diamati setelah penyimpanan 6 bulan pada suhu kamar dengan kelembaban udara 60%. Pengujian dispersi padat dilakukan meliputi kalorimetri, disfraksi sinar X, scanning mikroskop elektron, micro-raman spectro, disolusi. Selama penyimpanan 6 bulan tidak terjadi perubahan bentuk amorf menjadi kristal. Untuk mengetahui laju disolusi dari hasil dispersi padat dengan cara membandingkan antara nimodipine murni dengan campuran PEG.

Laju disolusi  dispersi padat dengan menggunakan metode pelarutan dan peleburan dengan perbandingan konsentrasi nimodipine:PEG (20:80) didapatkan hasil yang sama. Pada metode peleburan semakin tinggi konsentrasi obat yang ditambahkan maka disolusi obatnya lebih cepat. Hal ini dikarenakan semakin besar PEG 4000 yang ditambahkan maka jumlah nimodipine yang terdispersi molekuler dalam PEG 4000 menjadi semakin besar sehingga nimodipine menjadi semakin amorf. Bentuk amorf ini akan lebih mudah larut selain itu dengan adanya PEG akan meningkatkan daya pembasahan sehingga  semakin banyak nimodipine yang terlarut. Jadi, konsentrasi nimodipine dalam darah semakin besar.