Sebagai negara yang terkenal kaya akan aneka
ragam tanaman obat-obatan, aneh rasanya jika Indonesia masih
mengandalkan bahan baku untuk obat-obatan impor dari luar negeri. Tapi
kenyataanya, sekitar 96 persen bahan baku obat atau farmasi masih di
datangkan dari luar negeri. Hal inilah yang mempengaruhi harga obat di
Indonesia mahal.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2014 mendatang atau bertepatan dengan penyelenggaran badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), Indonesia mencoba menekannya dan hanya mengimpor 92 persen bahan baku obat.
Pangsa pasar Indonesia yang cukup kecil menyebabkan produksi bahan baku obat di dalam negeri tidak efisien. Jika Indonesia memproduksi dalam negeri, memerlukan biaya yang cukup mahal. Harga bahan baku dalam negeri seribu kali lebih mahal dibandingkan mengimpor.
Untuk memfasilitasi industri farmasi di Indonesia, UBM Asia mengadakan pameran niaga industri farmasi CPhI (Convention on Pharmaceutical Ingredients). Pameran ini akan digelar pada 10-12 Mei 2012 di Jakarta International Expo, Kemayoran, dengan menghadirkan para pemasok industri farmasi dari seluruh dunia.
Dirjen Bina kefarmasian dan alat kesehatan, Maura Linda Sitanggang berharap, pameran tersebut bisa memfasilitasi perusahaan farmasi dalam memenuhi ketersediaan bahan baku. Selain itu, pameran nanti juga bisa menghadirkan investasi untuk mendirikan indsutri bahan baku obat.
"Untuk mengakselerasi kemandirian di bidang bahan baku obat," ujar Linda, Jumat (4/5) di kantornya.
Kendati bahan bakunya masih impor, Muara menyebut 90 persen kebutuhan obat nasional di Indonesia sudah bisa disediakan dari produsen lokal, dengan bahan baku terbanyak berasal dari Cina dan India. Sisanya 10 persen masih diimpor dari negara lain yang memiliki teknologi tinggi.
Ketua GP Farmasi Kendrariardi mengungkapkan, tahun ini omzet industri farmasi diperkirakan mencapai 4,7-4,9 miliar dolar AS. Omzet di Indonesia menyumbangkan pangsa pasar 0,05 persen dari total omzet global yang mencapai 800 miliar dolar AS. Industri farmasi, tahun ini ditarget tumbuh 13 persen.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2014 mendatang atau bertepatan dengan penyelenggaran badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), Indonesia mencoba menekannya dan hanya mengimpor 92 persen bahan baku obat.
Pangsa pasar Indonesia yang cukup kecil menyebabkan produksi bahan baku obat di dalam negeri tidak efisien. Jika Indonesia memproduksi dalam negeri, memerlukan biaya yang cukup mahal. Harga bahan baku dalam negeri seribu kali lebih mahal dibandingkan mengimpor.
Untuk memfasilitasi industri farmasi di Indonesia, UBM Asia mengadakan pameran niaga industri farmasi CPhI (Convention on Pharmaceutical Ingredients). Pameran ini akan digelar pada 10-12 Mei 2012 di Jakarta International Expo, Kemayoran, dengan menghadirkan para pemasok industri farmasi dari seluruh dunia.
Dirjen Bina kefarmasian dan alat kesehatan, Maura Linda Sitanggang berharap, pameran tersebut bisa memfasilitasi perusahaan farmasi dalam memenuhi ketersediaan bahan baku. Selain itu, pameran nanti juga bisa menghadirkan investasi untuk mendirikan indsutri bahan baku obat.
"Untuk mengakselerasi kemandirian di bidang bahan baku obat," ujar Linda, Jumat (4/5) di kantornya.
Kendati bahan bakunya masih impor, Muara menyebut 90 persen kebutuhan obat nasional di Indonesia sudah bisa disediakan dari produsen lokal, dengan bahan baku terbanyak berasal dari Cina dan India. Sisanya 10 persen masih diimpor dari negara lain yang memiliki teknologi tinggi.
Ketua GP Farmasi Kendrariardi mengungkapkan, tahun ini omzet industri farmasi diperkirakan mencapai 4,7-4,9 miliar dolar AS. Omzet di Indonesia menyumbangkan pangsa pasar 0,05 persen dari total omzet global yang mencapai 800 miliar dolar AS. Industri farmasi, tahun ini ditarget tumbuh 13 persen.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Reporter: Dwi Murdaningsih
sumber : Republika.co.id
sumber : Republika.co.id
No comments:
Post a Comment