AHLAN WA SAHLAN - SEMOGA BLOG INI DAPAT MEMBANTU ANDA - SILAHKAN MENULIS PESAN KRITIK DAN SARAN ^_^

Thursday, December 29, 2016

OBAT GAGAL JANTUNG : DIGOKSIN

Digitalis glikosida telah dipenggunaan secara klinis selama lebih dari 200 tahun, tidak sampai tahun 1920 ditemukan kenyataan bahwa digitalis memiliki efek inotropik positif pada jantung. Selain itu, tidak sampai akhir 1980an pada uji klinis diketahui secara kritis peran digoxin dalam terapi gagal jantung kronis. Khasiat digoksin pada pasien dengan gagal jantung dan takikardi supraventrikularis seperti atrial fibrilasi dapat diterima secara luas. Peran digoksin pada pasien gagal jantung dengan irama sinus normal telah jauh lebih kontroversial. Digoksin meningkatkan Fraksi Ejeksi, kualitas hidup, beraktivitas dan menurunkan gejala gagal jantung. Pada pasien yang menerima digoksin, masalah yang tidak terselesaikan adalah tidak diketahui efek digoksin pada kematian. Ini merupakan perhatian khusus karena angka kematian meningkat dilihat dengan lain obat yang berefek inotropik positif (Dipiro et al, 2008).

Digoksin bekerja dengan menghambat Na+/K+-ATPase membran, yang berperan dalam pertukaran Na+/K+ melalui membrane sel otot. Hal tersebut menyebabkan peningkatan Na+ intrasel dan menghasilkan peningkatan sekunder Ca2+ intrasel yang meningkatkan kontraksi otot jantung. Peningkatan Ca2+ juga terjadi karena penghambatan pompa Ca2+ yang terjadi selama diastol (Neal, 2005).

Konsentrasi digoksin serum rata-rata dicapai adalah 0,8 ng / mL setelah 12 bulan terapi. Pada penelitian menunjukkan tidak ada penurunan yang signifikan mortalitas dalam penggunaan digoksin . Walaupun demikian, terdapat peningkatan mortalitas akibat kardiovaskuler pada patien yang menerima digoxin. Digoksin direkomendasikan untuk digunakan pada pasien gagal jantung stage C bersama dengan ACE Inhibitor, Beta bloker, dan diuretik, untuk memperbaiki gejala dan status klinis. Sebagian besar manfaat dari digoksin tercapai pada konsentrasi plasma rendah dan penambahan sedikit efek pada dosis yang lebih tinggi. Dengan demikian, untuk sebagian besar pasien, target konsentrasi plasma digoksin harus 0,5 sampai 1 ng / mL. Diharapkan untuk mengurangi efek toksisitas digoksin (Dipiro et al, 2008). 

Pada pasien dengan ginjal normal, rentang konsentrasi plasma dapat dicapai dengan dosis 0,125 mg perhari. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal, orang tua, atau mereka yang menerima obat lain yang mengalami interaksi obat dengan digoksin (misalnya, amiodaron) harus menerima 0,125 mg setiap 2 hari sekali. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan respon ventrikel yang cepat, meningkatkan dosis digoxin tidak lagi direkomendasikan (Dipiro et al, 2008).

Digoksin mempengaruhi semua jaringan yang dapar dieksitasi, kardioseletivitasnya berasal dari ketergantungan yang besar dengan fungsi miokard terhadap kecepatan pengeluaran natrium. Efek yang terjadi berupa gangguan lambung-usus : anoriksia, mual, muntah, diare dan nyeri perut. Efek lainnya berupa efek sentral, seperti pusing, gangguan penglihatan, letih, lemah otot, gelisah, kekacauan, mengantuk, bingung, dan konvulsi. Pada overdose terjadi efek jantung, antara lain aritmia, gangguan ritme, khususnya extrasistol dan fibrilasi bilik berbahaya yang dapat mengakibatkan shock fatal (Dipiro et al, 2008). 

Toksisitas digoksin cukup sering terjadi karena aritmia dapat terjadi pada konsentrasi yang hanya dua atau tiga kali lipat dari konsentrasi terapi yang optimal. Berdasarkan keparahannya terapi toksisitas dapat berupa penghentian obat, suplementasi kalium, obat anti aritmia (fenitoin atau lidokain), atau pada intoksikasi sangat berat, fragmen anti bodi spesifik digoksin (Dipiro et al, 2008).

No comments:

Post a Comment